Akar Panjang di Balik ‘Stop the Steal’ Trump

2 min read

Strategi Klaim Kecurangan Trump dan Lahirnya ‘Stop the Steal’

Pada malam pemilu AS, Candy, seorang warga Connecticut, membuka media sosialnya setelah bekerja semalaman. Saat hasil pemilu masih belum jelas, ia membaca unggahan dari kandidat favoritnya yang mengklaim telah terjadi kecurangan. Stop the Steal

Candy merasa frustasi dan bergabung dengan grup Facebook ‘Stop the Steal’. Ia, seperti banyak warga AS lainnya, telah terpapar disinformasi mengenai pemilu selama berbulan-bulan sebelum hari pemungutan suara.

Strategi Lama, Klaim Berulang

Penelitian BBC menunjukkan bahwa akun-akun berpengaruh di media sosial telah menyebarkan klaim kecurangan pemilu selama berbulan-bulan. Presiden Trump sendiri mulai men-tweet tuduhan serupa sejak April, dan hingga hari pemilu, ia menyebut “pemilu curang” lebih dari 70 kali.

Anda mungkin tertarik dengan:Manfaat Jalan Kaki untuk Membakar Lemak

Tema ini bukan hal baru. Trump juga mengklaim adanya kecurangan pada 2016 meski saat itu ia memenangkan pemilu. Namun kali ini, lebih banyak orang terpapar klaim tak berdasar ini melalui media sosial.

#StoptheSteal dan Disinformasi yang Menyebar

Pada malam pemilu, tagar #StoptheSteal menjadi viral setelah sebuah video menyesatkan tentang dugaan kecurangan pemilu beredar di Twitter. Video tersebut menunjukkan seorang pemantau pemilu yang dilarang masuk ke tempat pemungutan suara di Philadelphia. Video ini ditonton hampir dua juta kali dan dibagikan oleh banyak akun pro-Trump.

Kenyataannya, pria dalam video tersebut hanya mengalami kesalahpahaman administratif, dan akhirnya diperbolehkan masuk. Namun, klarifikasi ini tidak menghentikan penyebaran video tersebut, dan #StoptheSteal telah telanjur menjadi fenomena viral.

Gerakan yang Berujung pada Pemblokiran

Sejak pemilu, banyak grup besar di Facebook dengan slogan ‘Stop the Steal’ bermunculan, mengumpulkan lebih dari satu juta anggota. Beberapa di antaranya kemudian dihapus karena mengandung ancaman kekerasan dan seruan untuk perang sipil.

Strategi Trump dalam menyebarkan narasi kecurangan pemilu menunjukkan bagaimana media sosial dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan disinformasi dalam skala besar. Meskipun banyak klaim telah dibantah, dampaknya masih terasa dalam politik dan kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi AS.

Baca juga:Mengenal MPL: Sejarah, Penjelasan, dan Perkembangannya di Dunia eSports

Kamu mungkin akan suka

Baca lebih dari pengarang